Minggu, 25 September 2011

Perintah Sama Namun Amalannya Berbeda Maka Hasilnyapun Berbeda

Alkisah ada seorang laki-laki tua yang mempunyai dua orang anak laki-laki yang sudah dewasa. Satu saat laki-laki tua itu merasa bahwa ajalnya sudah dekat, maka ia-pun memanggil kedua orang anaknya itu dan menyampaikan wasiat yang berharga kepada kedua anaknya tersebut. Laki-laki tua itu berkata: "Wahai anakku, sesungguhnya aku merasa bahwa ajalku sudah tidak lama lagi. Maka sekaranglah waktunya bagiku untuk menyampaikan beberapa wasiat yang harus kalian laksanakan demi kebahagian dan kesejahteraan kalian berdua. Agar kalian tidak berselisih sepeninggalku nanti, aku meninggalkan bagi kalian harta kekayaan yang sama nilainya yaitu masing-masing kalian akan mendapatkan sebuah rumah yang sama luas dan nilainya, sebidang tanah yang juga sama luas dan nilainya dan sebuah toko yang sama besar dan banyak isinya.
Pesanku pada kalian berdua, jaga dan peliharalah harta kekayaan yang aku tinggalkan bagi kalian itu dengan baik dan upayakanlah agar ia bertambah lebih banyak lagi. Satu pesan dariku, jika kalian hendak mengurus toko kalian, janganlah kalian terkena sinar matahari. Dan aku beritahukan kepada kalian berdua, sesungguhnya pada tanah itu terdapat emas dalam kandungannya, maka carilah emas itu."Tidak berapa lama setelah laki-laki tua itu menyampaikan wasiat kepada kedua orang anaknya, maka laki-laki tua itupun meninggal dunia dan kedua orang anaknya segera mengurus dan menguburkan jenazah orang tua mereka itu dan berbagi warisan yang telah ditinggalkannya dengan adil.Karena kesibukan mereka dalam mengurus toko mereka, kedua kakak beradik itu tidak pernah bertemu. Hingga lima tahun kemudian datanglah sang kakak menemui adiknya yang sangat terkejut melihat keadaan kakaknya yang sangat berubah penampilannya yang terlihat tua serta telihat guratan penderitaan di dahinya. Sang adik bertanya : "Apa yang terjadi kak? Mengapa engkau terlihat susah dan miskin? Sang kakak berkata : "Ternyata ayah kita tidak adil!" Adiknyapun kembali bertanya : "Mengapa kakak berkata begitu? Bukankah kita telah diberi peninggalan harta yang sama jumlah dan nilainya? Dengan sedikit marah sang kakakpun berkata : "Buktinya aku sekarang jatuh miskin !"Sesaat sang adik terdiam dan merasa sedih melihat keadaan kakaknya, namun tidak berapa lama iapun bertanya : "Maaf, apakah kakak melaksanakan wasiat dari ayah?" Sang kakak menjawab : "Tentu saja aku melaksanakannya.". Sang Adikpun berkata : "Coba tolong ceritakan bagaimana kakak melaksanakan wasiat ayah terhadap toko dan tanah yang diberikannya kepada kakak?"Dengan satu helaan nafas panjang sang kakakpun memulai ceritanya : "Karena ayah berpesan agar kita jangan terkena sinar matahari, maka aku membuat atap sepanjang jalan menuju toko." "Lalu jam berapa kakak berangkat ke toko?" sang adikpun menimpalinya dengan pertnyaan."Jam 7 pagi." jawab sang kakak."Jam berapa kakak pulang?" tanya si adik."Aku pulang jam lima sore karena merasa lelah dan tokoku kurang laku." Jawab kakaknya lesu.Sang adik terenyuh dan ikut bersedih mendengar cerita sang kakak, tapi tak berapa lama ia kembali bertanya : "Bagaimana kakak melaksanakan wasiat ayah untuk tanah yang ia berikan kepada kakak? Sang kakakpun kembali bercerita : "Aku telah menggali setiap jengkal tanah itu namun tidak satu grampun emas aku temukan. Ternyata ayah telah berdusta." Kata sang kakak dengan nada kesal. "Lalu tanah itu sekarang bagaimana?" tanya sang adik?" Dengan tegas sang kakak menjawab :" Karena ayah telah berdusta maka tanah itu aku jual."Setelah mendengar cerita kakaknyanya, tanpa sadar sang adik berkata :"Pantas, begitu rupanya ceritanya." Mendengar itu sang kakakpun marah: "Apa yang pantas? Pantas aku miskin? Sang adikpun terkejut dan menyesal dengan ucapannya dan menjawab: "Bukan, bukan begitu maksudku, maaf jangan marah dulu kak." Sang kakak berkata dengan nada yang masih marah : "Pasti ayah telah memberikan bagian yang lebih kepadamu sehingga engkau sekarang kaya raya!" Sang adikpun segara menjawab : "Tidak, itu tidak itu tidak benar. Ayah telah berlaku adil kepada kita berdua dan ia sama sekali tidak berdusta kepada kita, hanya kakak telah keliru dalam melaksanakan wasiatnya." Dengan heran sang kakak bertanya : "Keliru bagaimana? Engkau sendiri bagaimana melaksanakan wasiat ayah, coba ceritakan kepada ku sehingga engkau bisa mengatakan bahwa aku keliru dan engkaulah yang benar."Sang adik mencoba untuk menarik nafas sebentar agar ia dapat berbicara dengan tenang. Setelah suasana menjadi tenang iapun memulai ceritanya : "Pada hari pertama aku hendak berangkat ke toko, aku telah terbangun saat adzan subuh berkumandang. Lalu akupun pergi ke masjid dan ikut sholat berjama'ah. Setelah sholat aku pulang ke rumah dan tidak bisa tidur lagi. Karena tidak ada yang aku kerjakan di rumah aku berfikir dan berkata dalam hati : "Apa tidak sebaiknya aku pergi saja ke toko sekarang selagi matahari belum terbit? Maka setelah aku berfikir demikian, akupun bergegas berangkat ke toko saat hari masih gelap. Sesampai di toko aku mencoba menata toko dengan sebaik mungkin agar menarik hati orang yang lewat sehingga mereka tertarik untuk berbelanja." Sang kakak termenung dan terdiam sejenak mendengar cerita adiknya. Ada sedikit sesal di hatinya, namun kemudian ia bertanya : "Lalu jam berapa engkau pulang?." Sang adik menjawab: "Saat aku lihat hari masih terang aku menahan diri dan tetap berdiam di dalam toko. Ternyata, meskipun hari sudah petang masih ada saja orang yang membeli sesuatu. Setelah hari gelap karena matahari terbenam, barulah aku pulang ke-rumah. Jadi aku lebih lama berada di toko daripada kakak."

Sang kakak tidak bisa membantah perkataan adiknya, dalam hatinya ia mengakui bahwa adiknya ternyata benar dan ia telah keliru dalam melaksanakan wasiat ayah mereka. Namun karena merasa penasaran, iapun bertanya : "Lalu apa yang engkau lakukan dengan tanahmu?" Mendengar pertanyaan kakaknya, sang adik kembali bercerita : "Akupun mengalami hal yang sama seperti kakak, setiap jengkal tanah itu telah aku gali namun aku tidak menemukan sebutir emas-pun, namun aku tetap percaya bahwa ayah berkata benar. Saat terduduk karena kelelahan menggali tanah, aku merenung dan menatap tanah yang telah aku gali. Maka terfikir olehku, sebaiknya aku tanami saja tanah yang telah aku gali ini agar tenagaku dan tanah ini tidak sia-sia. Namun karena aku harus mengurus toko, maka pekerjaan itu aku serahkan kepada orang lain yang aku beri upah untuknya. Ternyata tanah itu sangat subur sehingga hasil dari tanaman itu selalu berlimpah dan aku pun mendapat uang yang banyak dari hasil tanaman itu. Uang dari hasil tanah itu, ternyata dapat aku belikan emas dalam jumlah yang banyak. Sehingga akhirnya aku mengerti maksud dari perkataan ayah."Demikianlah kisah kedua kakak beradik tersebut. Kisah ini hanyalah sebuah kisah fiktif semata, namun ada hikmah yang perlu menjadi renungan kita muslimin sekalian atas dua peninggalan yang sanggat berharga yang kita miliki saat ini. Kita telah ditinggalkan oleh Rasululah shollallahu 'alaihi wasalan dua perkara yang dapat membuat hidup kita berguna di dunia dan di akhirat nanti yaitu Kitabullah dan sunnah nabi-Nya. Maka, janganlah kita mengalami nasib seperti sang kakak yang keliru dalam memahai wasiat sang ayah. Marilah kita berpegang teguh kedua tuntunan yang telah ditinggalkan oleh Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam kepada kita sebagaimana yang telah ia wasiatkan. Semoga Allah mengampuni dosa dan kesalahan kita semua, aamiin ya Robbal alamiin.

Dikutip dari Dokumen JIB.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar